Saturday, May 31, 2008

Perjalanan Spritual

Kamis 22 Mei 2008, saya mengatakan kepada bu Wigati (dalam acara pengolahan data interview bersama). “Inti dasar dari proses pendidikan kita [persiapan pendidikan calon kepala sekolah] sebenarnya berkutat pada kedalaman diri kita. Kita mesti bertanya seberapa dalam kita hendak menyelami kedalaman diri kita sampai bisa membawa perubahan yang besar dari dalam diri kita, yang pada gilirannya perubahan yang mendalam dalam diri kita tersebut menjadi kekuatan perubahan yang membawa serta pengaruh yang besar pada orang-orang di sekeliling kita.” Ketika berbicara seperti itu, sebenarnya saya berbicara tentang spiritualitas, suatu aspek yang saya rasa semakin penting dan menjadi dasar dari segala hal yang hendak kita lakukan. Dan sayangnya, aspek yang seperti ini seakan-akan telah terhempas ke dalam kebekuan tradisi masa lalu. Alasannya sederhana, dunia sekarang ini telah terlalu padat oleh arus lalu lintas informasi, dengan segala tetek-bengek teknologi informasi yang membuat kita sendiri tidak bisa berkedip penuh kekaguman atas berbagai kemajuan demi kemajuan yang ada! Padahal, bila perubahan hendak dilakukan, perubahan haruslah bersifat substantif dalam diri sendiri terlebih dulu. Baru kemudian, dampak yang lebih luas, sekalipun langkah-langkah yang bisa terjadi tersebut sangatlah lambat, terbentuk ketika kekuatan pembawa perubahan itu membawa pengaruh dan angin segar dalam pola hubungan dalam suatu lingkup profesional tertentu. Menurut Michael Fullan (2003) ini adalah gambaran nyata dari sebuah konsep correlation. Apa yang kita yakini akhirnya menjadi bagian dari keyakinan orang-orang di sekeliling kita. Dalam berbagai kesempatan, saya menunjukkan contoh yang tidak terlalu jauh: bagaimana Fakultas Farmasi USD telah mengalami pengalaman transformasional ketika memilih untuk bersakit-sakit dengan mengikuti berbagai program hibah. Fakultas Farmasi bukanlah surga: di sana masih ada gesekan-gesekan antar pribadi, di sana masih ada konflik kepentingan, di sana masih ada kecemburuan. Namun, keberanian, komitmen, dan juga rasa percaya diri yang tinggi untuk mencapai sesuatu dengan melalukan berbagai macam hal yang menantang secara bersama-sama (catat ini: SECARA BERSAMA-SAMA) benar-benar telah mengubah sifat dasar negatif manusiawi yang suka nggosip dan lebih memilih mengambil pekerjaan yang ringan-ringan saja … menjadi kekuatan mengagumkan. Gesekan-gesekan yang terjadi tidak lagi bersifat personal, tetapi jauh lebih profesional. Dan kenapa para mahasiswa juga tercatat memiliki tingkat kelulusan yang tinggi? Ya karena mereka melihat secara langsung bagaimana kinerja para dosennya. Dosen-dosennya sibuk mengerjakan proyek, dengan berbagai macam constraints – seperti deadline dan penilaian standar yang ditentukan oleh Dikti! Para mahasiswa melihat secara kasat mata bahwa para dosennya MELAKUKAN PENELITIAN dan mempublikasikan karya ilmiah!

Terbukti bahwa empat tahun sebagai pioner dan sekaligus berjibaku membuka hutan telah menyadarkan sejumlah fakultas lain akan dampak luar biasa dari mendapatkan hibah dari DIKTI ini [perlu dicatat bahwa Fakultas Teknik USD di Paingan pun juga tercatat sebagai fakultas yang getol dengan upaya-upaya mencari dana dari mekanisme Hibah ini, dan memang berhasil!]. Fakultas-fakultas lain yang semula sangat antipati dan bahkan memandang rendah makna sebuah hibah dari DIKTI akhirnya menyerah, dan mereka pun mulai melirik kemungkinan untuk ikut terlibat dalam kegiatan hibah. Itu namanya autocatalysis menurut Michael Fullan (2003). Ilustrasi mengenai apa yang terjadi di Fakultas Farmasi USD dan dampaknya terhadap proses belajar dari fakultas-fakultas lain sebenarnya hanya mau menunjukkan bahwa proses membawa perubahan bukan persoalan yang mudah. Perubahan hanya bisa terjadi bila dilakukan secara bersama-sama, dan melibatkan kerja keras berbagai macam pihak terkait. Perubahan tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri secara tertutup, melainkan harus menunjukkan kebersamaan yang tidak bisa diterima begitu saja. Perubahan adalah sebuah usaha keras, yang menuntut konsistensi, dan sekaligus membuka peluang untuk terjadi pertempuran sampai ‘berdarah-darah’. Barangkali ini terdengar terlalu hiperbolistis, namun sebenarnya perubahan secara substansial memang harus mampu mengubah mindset, atau ideologi dasar yang kita yakini.

Manusia pada dasarnya makhluk yang selalu membuat label-label. Kita meletakkan berbagai persoalan dengan frame of reference yang kita miliki. Orang-orang diletakkan dalam kategori tertentu, baik-buruk, cantik-buruk muka, muda-tua dan lain-lain. Kebanyakan orang sangat puas dengan hanya berhenti menikmati frames of reference yang tidak terlalu luas. Artinya mereka cukup puas dengan apa yang mereka miliki dan tidak mudah tertantang dengan ide-ide baru. Bahkan ketika ada hal-hal baru, orang cenderung overcritical, tidak mau melihat potensi dari hal baru tersebut. Barangkali mereka hendak bertindak hati-hati dan bijaksana dalam menyikapi apapun yang ada di sekeliling mereka. Namun, yang justru sering terjadi adalah bahwa kehati-hatian tersebut lebih untuk menutupi ketidakmauan untuk mengambil resiko. Memakai frames of reference yang baru berarti mencari arti baru, yang juga berarti berada dalam ketidakpastian. Akibatnya jelas, tidak nyaman. Dan orang pada umumnya tidak suka dalam ketidaknyamanan.

Hanya sedikit orang yang senantiasa terbuka untuk selalu memperbaiki frames of reference ini. Mengapa demikian? Orang yang selalu memperbaiki frames of reference-nya adalah orang yang selalu bertanya, mempersoalkan, membaca, dan mengolah apa yang dihadapinya. Dengan kata lain, orang yang selalu berani terbuka, menantang pendapat-pendapat orang lain, mempersoalkan apakah sesuatu benar begitu, dan yang lebih penting lagi, berani mengambil posisi di mana kita berdiri! Mengambil posisi atas suatu isu tertentu yang memang membuat kita menjadi kelihatan di mana kita berada: bahkan sekalipun kita dihadapkan dengan pandangan-pandangan tidak disukai oleh orang lain. Sekalipun sikap yang kita ambil sama sekali tidak populer di mata orang lain.

Pendar-pendar perubahan yang keluar dari api yang menyala-nyala dalam diri kita haruslah tampak terang untuk bisa memberi pengaruh di lingkup kerja kita. Dan inilah inti persoalan dalam kehidupan kita yang sesungguhnya: PERSOALAN SPIRITUALITAS. Apakah yang benar-benar kita kejar dalam hidup kita? Apakah yang membuat kita yakin dengan apa yang kita lakukan? Mengapa kita memiliki keberanian untuk mengambil resiko tidak disukai oleh orang-orang lain yang tidak sepakat dengan apa yang kita yakini? Bagaimana tetap memastikan bahwa apa yang kita lakukan sebenarnya membawa perubahan yang lebih besar untuk orang lain? Sekalipun ditolak pada awalnya, namun akhirnya orang lain mau tidak mau mengakuinya? Dibutuhkan kekuatan spiritual yang sangat kuat, mantap, terolah dengan baik, dan terrawat dengan seksama.

Itulah tesis dasar yang saya miliki. Bahwa sebenarnya inti dari sebuah perubahan digerakkan dari jati diri kita sebagai manusia yang mencari makna. Dalam mencari makna itu, kita dihadapkan dengan berbagai tantangan yang tidak mudah. Dan karena itu, kita perlu senantiasa terbuka untuk mengolah diri kita, mempertajam frames of reference yang kita yakini dan sekaligus memperkayanya. Ini bukan hal yang mudah, dan memang tidak ada kata MUDAH untuk sebuah prestasi yang tercatat dalam tinta emas sejarah. Bangunan piramid yang telah bertahan lebih dari 4000 tahun dan menimbulkan kekaguman sepanjang masa dibuat dengan cucuran darah dan keringat. Ribuan nyawa melayang untuk membangun dan mengangkat balok-balok batu besar untuk mendirikan bangunan simbol keabadian para raja Mesir tersebut. Teknologi untuk mengangkat batu-batu besar dan masif pun telah berkembang pada masa itu. Pekerjaan yang melibatkan pemikiran para ahli arsitektur, para pemikir dengan daya intelektualitas yang tinggi, dan para artis yang luar biasa kreatif. Dan terlebih: kekuatan militer sebuah kekaisaran yang menjamin stabilitas negara. Hasilnya adalah serangkaian bangunan piramid yang luar biasa besar, indah, dan sampai hari ini pun orang masih tidak bisa berhenti mengaguminya.

Masjid terindah Taj Mahal membutuhkan waktu 22 tahun untuk dibangun … suatu proses yang panjang dan melelahkan. Itu artinya apa? Tidak ada perubahan yang besar dan substansial yang dilakukan tanpa perjuangan yang luar biasa keras. Ya … kerja keras, termasuk menanyai siapa diri anda, ke mana anda akan mengarahkan langkah kaki, begitu kematian anda menjemput, hal-hal apa saja yang hendak anda dengar sebagai pujian atas prestasi-prestasi anda … pertanyaan-pertanyaan yang menyontak kesadaran diri kita. Beranikah kita menjawabnya?

Itu pertanyaan-pertanyaan spiritual. Perjalanan spiritualitas kita lah yang menjelaskan mengapa pula kita tetap yakin bahwa tugas perutusan dalam bidang pendidikan memang tidak boleh jatuh ke tangan-tangan kotor kapitalisme … dan karena itu pula kita harus mempertahankannya mati-matian … demi kelangsungan evolusi antropologis itu sendiri (kata Edgar Morin, filsof Perancis). Buku A New Earth karya Echart Tolle telah menjadi pilihan Oprah Winfrey sebagai bahan Book Club reading. Buku ini belum bisa aku dapatkan, namun aku merasa beruntung dikenalkan dengan i-Tunes oleh seorang Pak Prast yang luar biasa. Dengan itu pulalah aku bisa download sepuluh seri MP3 files dari Oprah Winfrey show, yang beberapa tema pentingnya akan menjadi bagian pencarian di masa-masa yang akan terlalu lama lagi … dan semoga segera muncul di posting berikut-berikutnya …

No comments: